Selasa, 08 April 2008

perjalan tugas belajar

Antara ya dan Tidak.
aku harus berangakat.sebenarnya sudah mengajukan untuk mengunduran diri dari tugas belajar keluar negeri.tetapi kalau mundur diminta juga mundur dari pasca.inialh dilema yg harus aku jalani.
Akhirnya akupun berangkat walau aku tahu diperlukan biaya yg tidak sedikit
Hari Sabtu tanggal 4 Agustus 2007 jam 09.00 aku erangkat dari rumah, menuju ke malang.Jam 02.00 aku ertolak ke Surabaya. dan jam 06.00 aku meninggalkan surabaya menuju batam. menginjakan kaki di batam sekitar jam 09.00 wib. kemudian menuju pelabuhan bandar raya. tepat jam 12.00 aku bertolak meninggalkan tanah air menuju pelabuhan situlang laut dengan kapal samudra. sekitar pukul 15.00 sampailah di pemeriksaan imigrasen situlang laut.

kemudian sekitar pukul 17.00 wib/18.00 waktu malaysia kami dijemput petugas dari UTHM batu pahat.





sampai di batu pahat kita makan dulu di kedai makan. sesaat kemudian kami sampai di asrama mahasiswa wisma kediaman perwira jl pangsa puri kampung dinding ,parit raja, batu pahat, johor. dan aku, b. tri, bambang hp menempati 1 kamar. muali saat itulah kami resmi mulai hidup di negeri jiran.









Selasa, 05 Februari 2008

RENDAHNYA KEGIATAN PRAKTEK PRODUKTIF

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara seperti tertulis pada Undang-undang Sistem. Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 ayat 1.
Di dalam PP 19 tahun 2005 Bab IV pasal 19 tertulis Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi pesrta didik. Hal ini berlaku pada sekolah umum maupun pada sekolah kejuruan
Kamars (1989:65) pada umumnya Sekolah Menegah Umum tingkat Atas lebih ditekankan pada jalur akademik, walaupun secara teoritis dinyatakan juga untuk persipan memasuki lapangan kerja. Pad tujuan SMA itu sendiri masih dicantumkan sebagai persipan untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi) dan untuk bekerja di masyarakat.
Pendidikan kejuruan yang dikenal dengan SMK adalah bagian dari sistem Pendidikan Nasional pada jenjang pendidikan menengah dengan pengembangan kemampuan peserta didik agar dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, dapat melihat peluang kerja, dan dapat mengembangkan diri di masa yang akan datang.
Dengan demikian Sekolah Menengah Kejuruan, dituntut untuk mampu menghasilkan lulusan yang diharapkan oleh dunia kerja, industri maupun masyarakat. Sebagai tenaga kerja yang dibutuhkan, harus memiliki kompetensi sesuai bidangnya dan mempunyai daya saing yang tinggi.
Calhoum dan Finch (1982) dalam Sonhadji, mendefinisikan pendidikan kejuruan sebagai program pendidikan terorganisasi, yang secara langsung berkaitan dengan penyiapan lulusan memasuki dunia kerja. Sehubungan dunia kerja ini mereka menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan program pendidikan kejuruan, yang harus diperhatikan adalah perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi budaya dan hidup manusia.
Dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran agar benar-benar efektif, maka fungsi media pembelajaran sangat penting. Dalam De-Potter (2000) menyatakan, tingkat penyerapan informasi lewat telinga sebesar 20%; penyerapan informasi lewat mata saja sebesar 30%; lewat mata dan telinga 50%; lewat mata, telinga dan diskusi sebesar 70%; lewat mata, telinga, diskusi, latihan, dan penggunaan, penyerapan informasi se-besar 90%. Pemakaian media dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk mempertinggi daya cerna siswa terhadap informasi atau materi ajar yang diberikan.
Telah banyak dana diinvestasikan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui pengadaan atau pendistribusian berbagai macam media pembelajaran ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Namun tingkat efektifitas penggunaan media pembelajaran sangat tergantung pada derajat kesesuaiannya dengan materi diklat yang akan diajarkan, disamping tergantung juga pada keahlian guru dalam menggunakan media tersebut.
Disisi lain, siswa harus dapat memanfaatkan waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk dapat memaksimalkan kegiatan belajar praktek produktif. Hal ini bertujuan lebih menguasai dan memahami tututan kompetensi, sehingga nantinya mampu bersaing dengan persyaratan dunia industri/dunia usaha maupun tuntutan masyarakat. Tentunya dengan bimbingan instruktur masing-masing bidang keahlian.
B. PERMASALAHAN
Melihat kenyataan tersebut diatas, dan pengamatan beberapa saat diperoleh bahwa kegiatan belajar praktek produktif di bengkel SMK telah mengalami perubahan. Beberapa waktu yang berlalu bengkel selalu ramai dengan kesibukan siswa belajar praktek, tetapi saat sekarang terlihat sepi dari kegiatan walaupun jadwal telah terpampang. Siswa banyak yang tersebar dibeberapa tempat hanya mengobrol dan beberapa siswa lagi tiduran di ruang ganti ataupun nongkrong di kantin. Bahkan guru pembimbing /intruktur tak ada ditempat.
Dengan demikian dapat kami sampaikan rumusan masalah yang ada yaitu:
1. Adakah Job/pekerjaan dan pengelolaan siswa secara jelas ?
2. Apakah instruktur dituntut selalu mendampingi siswa praktek?
3. Apakah sarana dan prasarana mencukupi sesuai dengan tututan kompetensi yang diajarkan?


C. PEMBAHASAN
1. Job/pekerjaan dan pengelolaan siswa
Seorang guru khususnya praktek produktif sebelum melaksanakan proses belajar mengajar harus mempersiapkan beberapa hal diantaranya adalah: Daftar Hadir, Daftar Nilai, Rencana Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Lembar kerja siswa, Job-sheet, dan Alat Evaluasi. Apabila hal tersebut telah terpenuhi barulah melaksanakan proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Buku Pedoman Mutu SMK (2005:4) semua kegiatan belajar mengajar harus sudah direncanakan secara baik dan terprogram sebelum dilaksanakan.
Dalam proses belajar mengajar dituntut kemampuan dan kecerdasan guru dalam mensiasati kondisi yang ada. Tentunya bagaimana mengelola siswa sesuai dengan rencana pembelajaran, materi pembelajaran dan jumlah siswa belajar serta sarana prasarana yang tersedia. Lain dari itu instrument dan pembagian kelompok siswa harus jelas dan mudah dipahami.
2. Pendampingan Instruktur saat siswa praktek
Siswa SMK adalah usia yang sedang berkembang, baik secara fisik maupun emosional. Sehingga jiwa masih labil dan mudah dipengaruhi oleh adanya situasi lingkungan. Kegiatan yang mereka lakukan akan ikut berperan membentuk perilaku dan polapikirnya. Dalam kaitanya perilaku terhadap tugas yang telah diterima dan harus diselesaikan akan sangat tergantung bagaimana cara penyampaian tugas dan bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan penyelesaian tugas.
Dalam Pedoman Mutu SMK (2005:4) bahwa proses kegiatan belajar mengajar disekolah dilakukan oleh team pengajar/team instruktur. Dengan demikian insruktur harus selalu memantau kegiatan yang dilakukan siswa. Apakah sudah sesuai dengan tugas yang diberikan, bagaimana cara penyelasaian tugas, sampai dimana tugas diselesaikan, adakah kendala/hambatan dalam penyelesaian tugas. Hal ini penting dalam rangka memberikan bimbingan dan solusi yang diperlukan dalam membantu siswa belajar.
Akan tetapi pendampingan tidak selamanya dapat berlangsung. Kita tahu guru mempunyai tugas sampingan dan tugas lain dari lembaga yang semuanya menuntut penyelesaian dengan cepat. Untuk itu ada kalanya guru meninggalkan siswa beberapa saat untuk menyelesaikan tugas lain. Saat seperti ini di perlukan kerja sama antar guru/team maupun antar siswa serta guru dan siswa.
Kondisi seperti ini harus diatur dan disesuaikan dengan factor-faktor mana yang sangat urgen untuk diselesaikan lebih dulu. Siswa praktek dan menyelesaikan tugasnya dibengkel, penuh dengan resiko, dan selalu dalan ancaman bahaya. Seharusnya aturan keselamatan dan kesehatan kerja lebih ditekankan, untuk menghindari dan meminimalisasi terjadinya kecelakaan kerja. Sehingga saat guru meninggalkan siswa praktek untuk beberapa saat, ancaman bahanya bisa dikurangi dan siswa akan tetap merasa nyaman dalam bekerja.
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana adalah suatu hal yang sangat vital di sekolah menengah kejuruan. Seperti yang kita tahu untuk bisa mendidik dan mengasilkan alumni yang trampil dan siap kerja diperlukan latihan ketrampilan kerja yang berkelanjutan dan sarana dan prasarana yang memadai. Sehingga sarana dan prasarana dituntut harus terpenuhi sesuai dengan materi pelatihan yang telah direncanakan.
Dalam Pedoman Mutu SMK (2005:1) Sarana dan prasarana mencakup :
· Gedung, ruang kerja, dan kelengkapan terkait, Peralatan proses,
· Alat/jasa pendukung, antara laian: angkutan, komunikaasi, dll.
Peralatan proses yang dimaksud disini adalah semua alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan dan mendukung semua kegiatan proses belajar mengajar khususnya praktek produktif. Bila alat yang diperlukan tidak ada dan tidak tersedia sudah tentu akan terjadi hambatan. Demikian juga dengan bahan praktek, yang mana bila bahan praktek berkurang atau sampai tidak ada, secara otomatis kegiatan praktek akan terganggu dan semua itu akan menghambat tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam pemenuhan sarana prasarana ini harus diperlukan perhitungan secara matang. Sebab bila tidak tepat dan akurat sesuai dengan tuntutan dari rencana pembelajaran, dalam pelaksanaanya mengalami hambatan. Untuk itu perlu adanya kooardinasi dalam penyusunan rencana kebutuhan alat dan bahan dalam periode tertentu.
Sebagai penangung jawab pemenuhan sarana prasarana di program keahlian adalah ketua program bersama dengan kepala bengkel. Dalam pemenuhan disini tidak hanya mengadakan, tetapi juga perawatan berkala dan perbaikan adanya kerusakan. Kemudian dari program keahlian dikonsultasikan dan dikoordinasikan ke bagian sarana dan prasarana untuk diproses lebih lanjut.

D. Kesimpulan dan Saran
Diperlukan adanya Jobsheet dan lembar kerja siswa yang baku sebagai pedoman dan acuan untuk setiap kompetensi, sehingga setiap kegiatan belajar sudah terkendali dengan baik.
Instruktur selalu memperhatikan dan usahakan mendampingi siswa dalam kegiatan belajar, komunikasikan dengan baik bila ada pekerjaan lain yang menuntut diselesaikan dengan cepat, atau ada keperluan/acara yang bersamaan waktunya misal: rapat koordinasi, rapat tingkat manajemen, rapat panitia, ada tamu, dinas luar dan lain sebagainya.
Kebutuhan sarana dan prasarana bengkel disusun sesuai dengan kebutuhan dari praktek kompetensi dan sarana pendukungnya, sehingga akan memperlancar kegiatan yang diselenggarakan.
Adanya kesepakatan dan kesadaran bersama tentang tugas dan tanggung jawab yang harus di jalankan pada masing-masing personal sehingga pelaksanaan kegiatan akan terasa nyaman dan menyenangkan.


DAFTAR RUJUKAN
Team ISO SMK N2 Kendal, 2005, Pedoman Mutu SMK N2 Kendal, SMK N2 Kendal.

De-Potter, Reardon, Sinyu, Nourie, 2000, Quantum Teaching, Kaifa, Bandung,

Sonhadji.A, 2006, Bahan Perkuliahan Landasan Pendidikan Kejuruan, Universitas Negeri Malang, Malang.

Depdiknas, 2005, Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Depdiknas, 2003,Undang-undang Sistem. Pendidikan Nasional tahun 2003, Jakarta.

Kamars, Dachnel. 1989. Sistim Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi Suatu Perbandingan antar beberapa Negara. Proyek pengembanngan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta.

Sabtu, 05 Januari 2008

SMK SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB

PENDIDIKAN KEJURUAN Siapa yang harus bertanggung jawab?

Seorang anak yang terampil dan berbakat, bercita-cita menjadi teknisi. Dia masuk sekolah kejuruan otomotif. Seharusnya dia menghabiskan sebagian besar waktu pelatihannya di bengkel kerja, tetapi di sekolah itu hanya ada satu mobil praktek yang bisa untuk latihan, dan ada dua mesin lain mendongkrok di pojok dalam kondisi memprihatinkan. Karena ada 36 anak dalam 1 kelas yang harus belajar otomotif maka guru menempel gambar mobil dan mesin yang besar, dan berjam-jam menjelaskan kerja mesin itu di depan anak-anak yang sebagian mengantuk dan sebagian lain mengobrol dengan temannya. Ketika anak tersebut lulus dan melamar pekerjaan, dia dites untuk menaangani service ringan, Dia termangu-mangu dan bingung. Jangankan mengerjakan tugas, pakai alatpun dia tidak tahu.
Itulah sekilas situasi pendidikan kejuruan di negeri kita. Di satu sisi negara dan industri membutuhkan tenaga-tenaga kerja terampil dari sekolah-sekolah kejuruan. Di sisi lain, pendidikan kejuruan yang berkualitas belum mendapat penghargaan yang layak dari masyarakat dan pemerintah. Selaian itu pengangguran semakin ertamah setiap tahun, baik yang tidak berpendidikan, maupun yang bergelar sarjana. Tetapi, begitu sulit menemukan tenaga kerja yang benar-benar siap pakai dibidangnya.
Sedangkan informasi yang cukup meyakinkan bahwa SMK pada tahun 2010 akan lebih banyak jumlahnya dibanding SMA, hingga akhirnya mencapai perbandingan 70% jumlah SMK dan 30% jumlah SMA. Dengan kondisi seperti ini tentunya membutuhkan tenaga yang profesional, dana yang cukup, sarana yang memadai dan management yang baik. Bagaimanakah sistem pendidikan kejuruan kita?

Pendidikan/Pelatihan yang berorientasi pasar
Depdiknas, menegaskan sebuah kebijakan umum untuk menata sistem pendidikan kejuruan di setiap wilayah/daerah dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mengacu pada kecenderungan kebutuhan pasar kerja, baik secara regional, nasional, maupun global. Kebijakan ini adalah kenyataan, SDM kita tidak mampu bersaing secara global karena pola pembelajaran yang telah diimplementasikan bertahun-tahun ternyata tidak mampu menghasilkan kualitas tamatan yang memenuhi standar kompetensi tempat kerja.
Kalau kita tinjau kebijakan ini antara lain menyoroti pentingnya dua hal. Pertama, jenis program diklat harus dikembangkan atas dasar tuntutan kebutuhan dunia kerja (market driven atau demand driven). Kedua, program pembelajaran harus dikembangkan dan dilaksanakan mengacu pada pencapaian berbasis kompetensi (competency based training/CBT).
Dalam konteks pendidikan kejuruan tehnik, ada dua asumsi dasar yang perlu diperjelas. Market driven dalam pasar tenaga kerja berarti tenaga kerja yang mampu menghasilkan satu produk barang/jasa yang bisa dijual, bisa dipakai atau tidak. Konsekuensinya, pengertian kompetensi yang diartikan sebagai kemampuan untuk mentransfer ketrampilan dan pengetahuan pada kondisi tempat kerja, merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaan, serta mengatasi persoalan yang timbul dalam pekerjaan, hanya bisa dijamin bila siswa terlatih untuk menghadapi tuntutan pasar yang sering tidak mengenal kompromi.
Satu metode diklat yang sudah teruji efisiensi dan efektivitasnya adalah production based training, di mana siswa dikondisikan sejak awal pada tuntutan nyata pasar industri, dan dilatih sampai bisa menghasilkan benda kerja yang bisa dijualMelalui metode ini siswa dilatih untuk mencapai tingkat kualitas yang sesuai tuntutan pasar. Siswa juga dibekali untuk mampu bekerja dengan tingkat efisiensi tinggi sehingga bisa menekan biaya produksi, yang akhirnya akan mampu meningkatkan daya jual produk itu. Tanpa kemampuan dasar ini, CBT dalam artian di atas mungkin bisa menghasilkan tenaga kerja yang kompeten, dan tidak mampu bersaing.

"Production based training"
Di negara-negara maju, biaya penyelenggaraan pendidikan kejuruan ini ditopang sepenuhnya oleh negara atau industri. Tetapi, di negara kita hal ini belum bisa diharapkan, baik dari pemerintah maupun industri. Dana penyelenggaraan sekolah kejuruan harus diusahakan sendiri. Maka, beberapa sekolah kejuruan mencoba menerapkan production based training dengan mengintegrasikan unit produksi dalam sistem pendidikannya.
Untuk sekolah menengah kejuruan, digunakan dasar Peraturan Pemerintah (PP), yakni PP Nomor 29 Tahun 1990 Bab XI tentang Pembiayaan, khususnya Pasal 29 Ayat 2. Disebutkan, "untuk mempersiapkan siswa Sekolah Menengah Kejuruan menjadi tenaga kerja, pada sekolah kejuruan dapat didirikan unit produksi yang beroperasi secara profesional dengan pengertian bahwa--pekerjaan yang dikerjakan berorientasi pasar, mampu bersaing dalam harga, mutu, pelayanan dan waktu pengiriman (marketable), serta dikelola secara bertanggung jawab (accountable)".
Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 0490/II/1992 Bab XIII Pasal 30 Ayat 1 mempertegas, kegiatan unit produksi meliputi: mengorientasikan kegiatan belajar siswa pada jenis pekerjaan yang dapat menghasilkan barang atau jasa yang layak untuk dijual.Dari sekian sekolah kejuruan yang mengusahakan unit produksi, hanya sedikit yang sungguh berhasil. Diakui, memang tidak mudah mengelolanya. Selain ada kendala biaya investasi dan operasional yang amat tinggi, juga masih ditambah kendala-kendala internal dan eksternal lain.
Kendala-kendala itu antara lain: pertama, kendala manajemen. Menjalankan unit produksi dalam satu sistem pendidikan adalah seperti mengendalikan dua kuda yang berlari ke arah berlawanan. Secara alamiah dorongan produksi untuk mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya akan dengan mudah mengaburkan misi pendidikan yang murni bersifat sosial. Karena itu dibutuhkan sebuah manajemen yang bervisi jelas dan tegas, yang selalu siap berada dalam dua ketegangan tersebut
Kedua, kendala strategi bisnis. Biaya operasional dari unit produksi yang menopang pendidikan ini akan menjadi tinggi sehingga daya saing bisnisnya akan berkurang. Pabrik atau industri pada umumnya tidak akan mengoperasikan mesin-mesin bila tidak ada pesanan. Sedangkan unit produksi di sekolah kejuruan harus tetap menjalankan mesin-mesinnya, meski tidak ada pesanan dari luar, supaya siswa bisa tetap berlatih.
Ketiga, ketiadaan perlindungan terhadap beban pajak keuntungan. Tidak adanya peraturan pemerintah yang secara tegas melindungi unit produksi milik sekolah kejuruan, membuat sekolah kejuruan ada pada posisi sulit berkaitan dengan pajak. Sekolah kejuruan yang berkualitas hanya mungkin terwujud bila selalu diusahakan reinvestasi dalam permesinan dan teknologi.
Sebagai kesimpulan bisa dikatakan, dibutuhkan sebuah usaha menyeluruh untuk menyelamatkan situasi pendidikan kejuruan di negeri ini. Tidak hanya metode diklat dan pembinaan SDM yang mengelola sekolah kejuruan yang harus diperhatikan, tetapi juga kelangsungan hidup dalam jangka panjang dari sekolah kejuruan itu melalui produk-produk hukum yang melindunginya.
Seandainya perubahan tidak dilakukan, barangkali tidak hanya sekolah kejuruan saja yang akan hancur, tetapi juga terancamnya perekonomian bangsa ini. Kalau demikian SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB??..........

ANALISA DAN PERBAIKAN KOPLING

I. Diagnosa dan Perbaikan Kerusakan Kopling. Memelihara kopling dapat dibagi menjadi tiga jenis :\ a. Pemeliharaan preventif. Memeriks...